antagonis tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerja sama, serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa. Beberapa konsep Membangun Ketahanan Nasional 1. Konsep Hans J. Morgenthau a. Stabilitas geografi b. Kekuatan sumber daya alam c. Kapasitas PEMBAHASAN 1. a. Politik Islam di Era Orde Lama (1959-1966) Berakhirnya era demokrasi liberal sejak keluarnya Dekrit Presiden 1959 menandai bermulanya era baru politik Indonesia yang disebut dengan era Demokrasi Terpimpin. Era ini dapat dianggap sebagai masa-masa sulit bagi partai Islam. yangberarti tabah, kuat, dapat menguasai diri, gigih, dan tidak mengenal menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu, tahan, dan kuat menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman Yangdimaksud dengan . free public sphare. adalah tersedianya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Dengan ruang publik yang bebas setiap individu berada dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana, ide, gagasan, dan praksis politik tanpa dihantui oleh ancaman-ancaman dari kekuasaan. Sejaktahun 1972, Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang Geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstelasi Indonesia sehingga Geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dengan pendekatan kemanan dan kesejahteraan guna menjaga identitas BelajarPengertian Masyarakat Multikultur, Yuk! by Quipper Indonesia Januari 1, 2018. Tabik, Quipperian. Kali ini Quipper Video Blog akan membahas mengenai masyarakat multikultural. Sebelum melanjutkan lebih jauh, untuk mempermudah pemahaman teman-teman tentang apa itu coba bayangkan contoh masyarakat pahlawan super yang sedang marak di Apayang dimaksud dengan motivasi belajar - Mеnurut W.S Wіnkеl (2004:526) motivasi belajar аdаlаh kеѕеluruhаn dауа реnggеrаk dі dalam dіrі ѕіѕwа уаng mеnіmbulkаn bеlаjаr. berupa keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan ApaYang Dimaksud Ancaman Berdimensi Ideologi. Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang memakai kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai punya kemampuan yang bisa mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman dimensi ideologis dari dalam negeri seperti upaya Metodelain untuk memahami agama Kristen awal dan ajaran-ajaran Yesus adalah metode pendekatan dinamika sosial politik zaman Yesus hidup. Metode ini dikemukakan antara lain oleh Erich Fromm dalam karyanya, The Dogma of Christ, kelebihan metode ini adalah kemampuannya mengungkap kekuatan-kekuatan sosio-historis laten maupun manifest dalam Tidaksedikit yang menganggap bahwa PMN, MNC dan TNC memiliki pengertian sama. Namun, para pakar ekonomi politik banyak yang membedakan pengertian MNC dan TNC. MNC diartikan sebagai perusahaan yang beroperasi di luar negerinya sendiri, dengan sebaran saham di lebih dari satu negara. Berbeda dengan TNC yang dapat diartikan secara lebih luas. Apaitu: Integrasi horizontal (horizontal integration) berarti mengkombinasikan beberapa bisnis dalam rantai produksi yang sama di bawah satu koordinasi atau kendali. Misalnya dua produsen mobil memutuskan untuk merger dan meninggalkan satu entitas yang bertahan. Itu meningkatkan ukuran bisnis sehingga mendukung pencapaian keunggulan Latarbelakang. Kekuatan-kekutan politik di manapun di atas dunia selalu pada dirinya mencerminkan masalah-masalah mendalam ke sejarahan dan struktural dimana kekuatan-kekuatan politik kontenporer yang menampilkan diri sebagai PARPOL, Angkatan Bersenjata, Pemuda, Mahasiswa, Kaum Intelektual dan golongan pengusaha, kelompok I Apa yang Dimaksud Dengan Globalisasi Secara Umum. Globalisasi pada umumnya memiliki arti jika dunia jadi terhubung oleh perdagangan serta pertukaran budaya. Globalisasi memiliki arti percepatan gerakan dan pertukaran (manusia, benda, dan jasa, modal, teknologi atau terapan budaya) di bumi ini. Satu diantara akibat globalisasi merupakan Integrasisosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. [1] Menurut Paul Horton integrasi diartikan sebagai proses pengembangan masyarakat dimana segenap kelompok ras dan etnik dapat berperan secara bersama-sama dalam Yangdimaksud dengan prinsip keragaman adalah pendayagunaan sumber daya alam dan buatan melalui penganekaragaman untuk menghindari ketergantungan. Yang dimaksud dengan prinsip produktivitas adalah pendayagunaan sumber daya alam dan buatan dengan pemanfaatan secara optimal. Pasal 22 : Cukup jelas : Pasal 23 : Ayat (1) Cukup jelas : Ayat (2) acOEqsG. Krisna Febrian Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Andalas Setiap negara di dunia melakukan berbagai usaha untuk mewujudkan keutuhan bangsa dan negara. Istilah negara-bangsa nation state mesti dipahami sebagai kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Negara akan dapat berdiri dengan kaki sendiri ketika bangsa yang bernaung bersamanya memiliki tujuan yang sejalan dengan pembentukan negara tersebut. Tujuan yang dimaksud merupakan cerminan dari tabiat atapun kebiasaan bangsa itu sendiri. Konsep integrasi politik menggambarkan bagaimana seluruh elemen bangsa dan negara dapat melekat atas suatu keterikatan yang kuat. Tolak ukur keberhasilan dari integrasi politik akan terlihat ketika masing-masing individu memiliki kesadaran serta perasaan yang mengikatnya sebagai satu kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peribahasa seia sekata dan senasip sepenanggungan adalah peribahasa yang mampu menggambarkan betapa pentingnya kesamaan arah dan tujuan dalam mengarungi kehidupan bersama. Iklan Kumpulan individu-individu yang menempati daerah tertentu akan membentuk kesatuan masyarakat. Induk dari semua kumpulan tersebut adalah himpunan yang dinamakan dengan sebutan bangsa. Kesadaran yang kuat dari sebuah bangsa untuk meleburkan diri menjadi satu adalah suatu hal yang alamiah. Karena setiap individu dapat diibaratkan sebagai unit kecil yang saling membutuhkan dan memiliki keterbasan sumber daya masing-masing. Kehadiran negara bukan sekedar formalitas ataupun pengakuan kedaulatan semata. Namun lebih kepada bagaimana menyatukan visi dan misi negara yang mengacu pada nilai-nilai dan cita-cita demi kebaikan bersama. Sejalan dengan itu, jelas bahwa negara yang kuat tergambar dari bangsa yang satu. Oleh karena itu idealnya dalam proses pembentukan negara yang perlu dibangun terlebih dahulu adalah aspek kebangsaan. Definisi integrasi politik hingga saat ini memiliki beragam pengertian yang tergantung pada pendekatan sudut pandang tertentu. Namun secara sederhana, integrasi politik dipahami sebagai segala upaya yang ditempuh untuk menciptakan kesatuan atas beragam corak serta peran seluruh elemen bangsa berdasarkan nilai-nilai yang fundamental mendasar. Nilai-nilai tersebut merupakan sebuah abstraksi yang berkaitan dengan rasa satu kesatuan. Implementasi dari integrasi politik nantinya akan tercermin dari perilaku yang integratif. Perilaku integratif berarti perilaku yang menjunjung tinggi rasa kesatuan dan menghormati perbedaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Justru perbedaan yang dirasakan hendaknya menjadi alasan bagi segenap bangsa untuk mencintai keanekaragaman yang ada. Tentu setiap wilayah yang ada dalam kerangka negara memiliki ciri khas budaya ataupun nilai-nilai tertentu yang dianggap sebagai pedoman hidup. Akan tetapi jangan sampai kecintaan akan budaya tertentu menjadikan bangsa-bangsa dalam suatu negara saling bertentangan. Karena sikap yang berlebihan dalam mencintai sesuatu akan menyebabkan perpecahan. Terlepas dari itu, dapat diketahui bersama bahwa negara tercipta atas dasar kedaulatan penduduk dan wilayah yang satu. Oleh karenanya negara dalam konteks kemunculannya mesti berlandaskan atas dasar rasa persatuan. Identitas nasional yang dimiliki oleh suatu negara akan menjadi penguat hubungan antara bangsa-bangsa yang hidup dengan budaya yang beragam. Lebih lanjut, identitas nasional merupakan ciri khas dari suatu negara yang membedakannya dengan negara lain di dunia. Integrasi politik memiliki relasi yang cukup kuat dengan budaya politik yang berkembang. Ketika rezim pemerintahan lebih bersifat demokratis secara otomatis masyarakat akan terdorong untuk melakukan komunikasi dua arah dengan pemerintahan. Budaya politik dalam hal ini akan mengarah pada budaya politik yang partisipatif. Pemerintahan yang dapat menampung aspirasi masyarakat secara luas dapat dicirikan sebagai salah satu aspek integrasi politik yang bersifat vertikal. Yang mana aspek vertikal menjelaskan terkait hubungan antara elit dan massa dalam sistem politik. Dukungan serta aspirasi yang diberikan oleh masyarakat nantinya akan berbuah pada setiap keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Pemerintahan yang baik akan menyesuaikan diri terhadap persoalan apa yang menjadi prioritas utama bagi masyarakat untuk dipenuhi. Selain bersentuhan dengan aspek vertikal, integrasi politik juga memiliki aspek yang bersifat horizontal. Aspek horizontal menekankan pada kedaulatan wilayah serta penyatuan atas beragam aspek sosial budaya seperti ras, suku, dan agama. Lebih luas integrasi politik secara horizontal dapat berhasil ketika terdapat rasa toleransi di antara segenap bangsa yang hidup di wilayah teritorial suatu negara. Negara Indonesia yang dikenal kaya akan budayanya dapat bersatu sebab falsafah hidup berbangsa dan bernegara yang bernama Pancasila. Pancasila berkaitan erat dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dari berbagai bidang. Karena itulah keberadaan Pancasila harus dipahami sebagai pedoman dalam menggapai cita-cita yang harus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia. Kelima sila tersebut hendaknya menjadi kekuatan bagi seluruh bangsa Indonesia untuk dapat menciptakan kehidupan yang sejahtera, adil, dan makmur untuk semua. Proses integrasi politik akan membuahkan hasil yang baik ketika seluruh pihak memaksimalkan perannya masing-masing. Sebaliknya disintegrasi perpecahan akan muncul ke permukaan ketika terdapat ketidaksepahaman antara pihak yang satu dengan yang lainnya. Misalnya saja dari aspek vertikal, pemerintah akan dianggap gagal dalam membangun integrasi politik ketika tidak mampu menjalin komunikasi politik yang baik dengan rakyat. Konsekuensi logis yang akan diterima pemerintah adalah realitas bahwa rakyat lebih condong memberikan cap negatif terhadap pihak pemerintah. Terlepas dari itu semua, kepemimpinan politik berpengaruh besar terhadap integrasi politik. Bangsa akan bersatu padu ketika dibimbing oleh sosok pemimpin yang memiliki keteladanan yang baik. Hambatan dari proses integrasi politik akan mampu diatasi oleh pemimpin yang memahami realitas sosial dan politik. Ikuti tulisan menarik Krisna Febrian lainnya di sini. Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, merangkum faktor penghambat dan penguat integrasi politik menurut Nazaruddin Sjamsuddin dalam bukunya yang berjudul Integrasi Politik di Indonesia Dalam buku Integrasi Politik di Indonesia ini Nazaruddin Sjamsuddin menguraikan mengenai penyebab dari masalah integrasi politik yang menimpa Indonesia pada era 1950-an. Di mana pada saat itu ada berbagai gerakan di daerah-daerah seperti Aceh, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi Selatan ataupun Papua yang melakukan pemberontakan terhadap Indonesia. Nazaruddin berupaya mengemukakan analisis yang berbeda dibandingkan peneliti-peneliti lainnya untuk melihat gerakan-gerakan di daerah yang berupaya untuk melepaskan diri dari Indonesia. Sebelum lebih jauh menguraikan mengenai permasalahan integrasi politik di dalam Indonesia, Nazaruddin menguraikan mengenai pengertian integrasi politik yang digunakannya di dalam buku ini. James J. Coleman dan Carl G. Roseberg melihat integrasi politik sebagai bagian dari integrasi nasional yang memiliki dua dimensi yakni vertikal elit-massa dan horizontal atau teritorial. Menurut ilmuwan ini, integrasi politik bersifat vertikal, yang bertujuan untuk menjembatani perbedaan yang mungkin ada antara elit dan massa. Adapun integrasi horizontal bertujuan untuk mengurangi ketegangan akibat rasa keaderahan sehingga tercipta masyarakat politik yang homogen. Sementara sebagian dari ilmuwan lain melihat integrasi nasional memiliki arti yang sama dengan integrasi teritorial seperti yang dikemukakan Coleman dan Rosberg. Akan tetapi Claude Ake menolak istilah integrasi nasional dan lebih memilih integrasi politik. Senada dengan Ake, Nazaruddin juga lebih cenderung terhadap istilah integrasi politik, sebab menurutnya integrasi politik tidak hanya sebatas hubungan mempersatukan antara elit dengan massa saja. Secara definisi, menurut Nazaruddin integrasi politik merupakan suatu proses integrasi yang mengandung bobot politik dan karenanya prosesnya bersifat politik. Integrasi politik bisa mencakup bidang vertikal maupun horizontal. Sehingga integrasi politik melibatkan dua hal, pertama, membuat rakyat tunduk dan patuh pada tuntutan negara. Dalam hal ini rakyat mengakui dan mematuhi hak-hak yang dimiliki oleh negara. Kedua, bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur tingkah laku politik anggota masyarakat. Merujuk pada Weiner, terdapat dua strategi yang dapat ditempuh untuk mengatasi kedua masalah tersebut, yakni asimilasi dan persatuan dalam keanekaragaman di Indonesia dikenal dengan Bhinneka Tunggal Ika. Asimilasi adalah dijadikannya kebudayaan suku yang dominan di sebuah negara sebagai kebudayaan nasional. Sedangkan bhineka tunggal ika menyiratkan bahwa pembentukan kesetiaan nasional tidak menghilangkan kebudayan kelompok minoritas. Selain itu, kematangan budaya politik sebuah bangsa merupakan seuatu prakondisi penting bagi terbentuknya integritas politik sebuah bangsa. Jika merujuk pada Almond dan Verba, kematangan suatu budaya politik sangat berkesesuaian dengan struktur politik dan kebudayaan. Berbagai teori mengenai integrasi politik di atas menurut Nazaruddin sangat berguna untuk menganalisis permasalahan integrasi politik yang dialami Indonesia pada tahun 1950-an. Dari sejarah pembentukan Indonesia bisa dibilang yang mempersatukan sebuah daerah dengan daerah yang lain di Indonesia adalah adanya persamaan dijajah oleh Belanda. Sehingga sebagai sebuah negara yang multi etnis, di awal-awal tahun pertamanya, secara budaya politik Indonesia memang belum matang. Rakyat belum mampu menerima struktur politik yang baru terbentuk, sementara mereka masih berada di bawah pengaruh nilai-nilai tradisional mereka. Dengan menggunakan konsep Coleman dan Rosberg mengenai integrasi vertikal dan horizontal, Liddle mengidentifikasikan dua jenis halangan integrasi yang dihadapi oleh negeri ini. Pertama, pembelahan horizontal akibat perbedaan suku, ras, agama dan geografi. Secara kesukuan misalnya, Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa. Dalam hal agama, penduduk Indonesia juga memiliki keragaman agama. Kedua, hambatan yang bersifat vertikal yakni perbedaan antara elit dan massa. Kaum elit di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dari kaum massa dengan gaya hidup ini akan mengakibat terciptanya jurang komunikasi, baik dalam hal perbedaan kepentingan ataupun perbedaan pola berfikir. Meski potensi perpecahan secara horizontal dan vertika telah ada sejak lama di Indonesia, namun adanya perasaan senasib’ dan ingin memiliki masa depan yang sama telah menumbuhkan nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Sehingga kemudian dengan nasionalisme itulah rakyat Indonesia mampu bersatu di bawah naungan bendera merah putih. Akan tetapi setelah Indonesia terbentuk, kembali muncul semangat kedaerahan. Sehingga bisa dikatakan nasionalisme dan patriotisme hanya mampu mengusir penjajah namun tidak mampu untuk mengintegrasikan Indonesia. Ada berbagai perspektif ilmuwan yang mencoba menganalisis keadaan yang mengancam integrasi politik di Indonesia pada tahun 1950-an yang diuraikan oleh Nazaruddin dalam bukunya. Jika merujuk pada Nawawi, ia melihat bahwa kesukuan dan stagnasi dan diperparah oleh dampak penjajahan merupakan akar dari regionalism yang terjadi di Ambon. Sedangkan Herbert Feith melihat bahwa kurangnya integrasi ini kaena dua budaya politik yakni aristokrasi jawa dan kewiraswastaan Islam, yakni adanya benturan antara ideologi-ideologi Pancasila dan Islam. Sedangkan Hans O. Schmit melihat sumber konflik dikarenakan perbedaan kepentingan ekonomi Jawa dan luar Jawa. Sedangkan Nazaruddin sendiri melihat meski memiliki teori-teori yang dikemukakan oleh sejumlah peneliti tersebut memiliki keunggulan, namun kesemua teori tersebut tidak mampu menggambarkan penyebab kemunculan konflik-konflik politik di Indonesia. Teori-teori tersebut hanya cocok untuk sebuah daerah namun tidak mampu menggambarkan daerah yang lain. Oleh karenanya, Nazaruddin mengemukakan tesis-nya sendiri untuk menguraikan permasalahan integrasi politik di Indonesia. Menurutnya ada tiga hal yang perlu dilihat untuk memahami masalah integrasi di Indonesia. Pertama, masalah integrasi politik timbul sebagai konsekuensi dari dimobilisasinya sebagian besar rakyat dan penyebaran senjata di dalam revolusi nasional. Sehingga kemudian meningkatnya komunikasi sosial antara kelompok-kelompok etnis tidak mampu meningkatkan kesadaran nasional. Bahkan memperkuat kesukuan dan kedaerahan. Nasionalisme kemudian tidak mampu menghilangkan prasangka di antara kelompok-kelompok etnis karena pertama, nasionalisme di dalam masyarakat yang majemuk cenderung untuk mempertegas pembelahan-pembelahan dan mempertentangkan antara satu suku dengan lainnya. Kedua, watak nasionalisme itu sendiri yang hanya melihat permasalahan kedudukan negara terhadap negara lain tanpa mampu menghadapi permasalahan kesukuan. Sedangkan permasalahan kedua dari integrasi politik di Indonesia adalah adanya sentralisasi birokrasi yang dijalankan kabinet 1950-an sehingga tidak mendorong integrasi, justru menambah kemarahan di beberapa daerah. Ini dapat dipahami karena di daerah mengalami kekurangan sumber daya yang memadai untuk mengurus birokrasi. Oleh karenanya pemerintah saat itu memakai kebijakan asimilasi ala Weigner meski slogan nasionalnya adalah Bhinneka Tunggal Ika. Adapun faktor ketiga adalah tidak adanya satu partai politik yang mampu mengintegrasikan kekuatan politik yang beraneka warna Herbert Feith membagi lima aliran politik Indonesia saat itu dimana tampak kelima aliran tersebut tidak terhubung satu dengan lainnya sehingga tidak mampu ada yang menjembatani ataupun mempersatukan kelima ideologi tersebut. Lihat lebih lengkap dalam buku Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965. Sebab dalam demokrasi partai politik memiliki dua peranan sekaligus yakni sbeagai penyalur konflik dan instrumen integrasi. Dari empat partai utama yang ada di tahun 1955 yakni Masyumi, NU, PKI dan PNI. Dari keempat partai tersebut, hanya Masyumi yang memiliki pengaruh hampir tersebar di seluruh nusantara. Sementara ketiga partai lainnya hanya memiliki basis di Jawa. Menurut Nazaruddin keberhasilan Masyumi dalam mendapatkan dukungan yang menyebar tersebut dikarenakan gabungan antara integrasi dengan apirasi etnis yang dilakukan partai tersebut. Sehingga dari pengalaman Masyumi dapat dilihat bahwa keberhasilan ideologi dalam integrasi lebih ampuh jika dipadukan dengan kemampuan menyerap asipirasi daerah. Secara umum Nazaruddin mengeksplorasi permasalahan integrasi yang dimiliki oleh Indonesia dengan sangat baik dan komprehensif. Tidak seperti pemikir lain yang hanya melihat konflik-konflik di Indonesia secara parsial, sehingga teorinya hanya mampu menjelaskan sejumlah kasus di Indonesia tanpa mampu menjelaskan kasus lainnya. Maka Nazaruddin mampu untuk melihat secara komprehensif permasalahan substansial yang sebenarnya dihadapi Indonesia dalaam konflik integrasi politik. Sehingga kemudian tesisnya tersebut mampu menjelaskan masalah ini secara keseluruhan. Akan tetapi terdapat pula kritik terhadap tulisan Nazaruddin. Dari segi pembahasan, Nazaruddin terlampau banyak melakukan pendahuluan dalam eksplorasi teori-teori yang hendak ia gunakan. Tetapi kemudian ketika dalam level analisis, hanya sedikit ulasan mengenai teori tersebut dalam menjelaskan analisis yang dikemukakannya. Selain itu terdapat kontradiktif antara pernyataannya dengan data yang ia kemukakan. Dalam hal ini ketika ia mengungkapkan bahwa salah satu masalah integrasi politik timbul di Indonesia karena tidak adanya partai politik yang mampu mengintegrasikan kekuatan politik yang aneka warna. Namun kemudian Nazaruddin menjabarkan mengenai kekuatan Masyumi yang mampu mendapat dukungan dari hampir seluruh wilayah nusantara. Inilah yang dimaksudkan dengan adanya kontradiksi tersebut. Seharusnya jika ingin memperkuat argumentasinya Nazaruddin memberikan penjabaran lebih lanjut bahwa meskipun Masyumi mendapatkan dukungan dari masyarakat luas, namun belum mampu mengintegrasikan politik di Indonesia. Adapun merujuk pada Indonesia di Orde Baru, untuk mengintegrasikan wilayah Indonesia, Soeharo mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sentralistis bahkan represif. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih cenderung untuk melakukan homogenisasi ketimbang mengakomodasi perbedaan. Salah satu bukti konkritnya adalah ketika diharuskannya pemakaian baju bagi suku Asmat di Papua, yang ternyata justru menimbulkan masalah. Meski demikian, kebijakan-kebijakan yang represif tersebut ternyata tidak mampu meredam konflik integrasi di Indonesia. Di sejumlah gerakan daerah masih melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat seperti GAM di Aceh ataupun OPM di di Papua. Baru di masa reformasi, pemerintah pusat mulai mengakomodasi keinginan daerah dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah. Dan terbukti bahwa integrasi politik justru menguat ketika pemerintah daerah mampu mengakomodasi keinginan di daerah. Namun tidak dipungkiri masih banyak kebijakan-kebijakan yang berbau homogenisasi dan tidak mengakomodasi kepentingan daerah. Salah satu contoh konkrit adalah kebijakan kurikulum pendidikan 2013 yang menghilangkan pelajaran muatan lokal yang bermanfaat untuk melestarikan pengetahuan mengenai kedaerahan. Tentu hal ini merupakan langkah mundur dalam menuju integrasi politik Indonesia. sumber gambar Hits 3130

apa yang dimaksud dengan kekuatan integrasi secara politik